-->

PENCANGKOKAN ORGAN BINATANG YANG NAJIS KE TUBUH ORANG MUSLIM

Adapun pencangkokan organ binatang yang dihukumi najis seperti babi misalnya, ke dalam tubuh orang muslim, maka pada dasarnya hal itu tidak perlu dilakukan kecuali dalam kondisi darurat. Sedangkan darurat itu bermacam-macam kondisi dan hukumnya dengan harus mematuhi kaidah bahwa "segala sesuatu yang diperbolehkan karena darurat itu harus diukur menurut kadar kedaruratannya," dan pemanfaatannya harus melalui ketetapan dokter-dokter muslim yang tepercaya.

Mungkin juga ada yang mengatakan disini bahwa yang diharamkan dari babi hanyalah memakan dagingnya, sebagaimana disebutkan Al-Qur'an dalam empat ayat, sedangkan mencangkokkan sebagian organnya ke dalam tubuh manusia bukan berarti memakannya, melainkan hanya memanfaatkannya. Selain itu, Nabi saw. memperbolehkan memanfaatkan sebagian bangkai --yaitu kulitnya-- padahal bangkai itu diharamkan bersama-sama dengan pengharaman daging babi dalam Al-Qur'an. Maka apabila syara' memperkenankan memanfaatkan bangkai asal tidak dimakan, maka arah pembicaraan ini ialah diperbolehkannya memanfaatkan babi asalkan tidak dimakan.

Diriwayatkan dalam kitab sahih bahwa Rasulullah saw. pernah melewati bangkai seekor kambing, lalu para sahabat berkata, "Sesungguhnya itu bangkai kambing milik bekas budak Maimunah." Lalu beliau bersabda:

"Mengapa tidak kamu ambil kulitnya lalu kamu samak, lantas kamu manfaatkan?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya itu adalah bangkai." Beliau bersabda, "Sesungguhnya yang diharamkan itu hanyalah memakannya."2

Permasalahannya sekarang, sesungguhnya babi itu najis, maka bagaimana akan diperbolehkan memasukkan benda najis ke dalam tubuh orang muslim?

Dalam hal ini saya akan menjawab: bahwa yang dilarang syara' ialah mengenakan benda najis dari tubuh bagian luar, adapun yang didalam tubuh maka tidak terdapat dalil yang melarangnya. Sebab bagian dalam tubuh manusia itu justru merupakan tempat benda-benda najis, seperti darah, kencing, tinja, dan semua kotoran; dan manusia tetap melakukan shalat, membaca Al-Qur'an, thawaf di Baitul Haram, meskipun benda-benda najis itu ada di dalam perutnya dan tidak membatalkannya sedikit pun, sebab tidak ada hubungan antara hukum najis dengan apa yang ada didalam tubuh.

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter