-->

Tips Masuk Surga Tanpa Hisab dan Azab

Semua umat Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam yang taat kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam akan masuk surga, kecuali orang yang enggan alias tidak mau masuk surga. Siapa itu orang yang enggan masuk surga? Orang yang enggan masuk surga yaitu orang-orang yang bermaksiat, membakang pada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang yang akan masuk surga kelak ada yang dihisab dulu (dihitung catatan amal perbuatannya), tapi ada juga yang tanpa dihitung dan tanpa diazab (disiksa) dulu, alias langsung masuk ke taman surga tanpa mampir ke Neraka. Yang akan dihitung terlebih dahulu lebih banyak dari pada yang masuk surga tanpa hisab dan azab. Yang masuk surga tanpa hisab limited edition, jumlah “kursinya” sudah dibatasi, yaitu berjumlah 70.000 orang. Demikian yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari. Sedang dalam riwayat imam Ahmad disebutkan setiap 1000 dari jumlah tersebut terdapat 70.000 orang lagi. Jadi kalau dimatematikakan berdasarkan hadits ini ada 4.900.000 orang yang dimaksud. Wallahu a’lam bish-showaab.

Jika kita ingin masuk pada golongan yang  berjumlah 70.000 orang tersebut, ikuti tips-tips yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh imam Bukhari berikut ini:

1. Jangan pernah meminta diruqyah
Perhatikan! Minta diruqyah berbeda dengan meruqyah. Orang yang meminta diruqyah cenderung hatinya bergantung pada selain Allah. Adapun orang yang meruqyah orang lain adalah orang yang berbuat baik.

Ruqyah atau Rukyah (Arab: رقية; Inggris: exorcism) adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan sesuatu pada orang yang sakit akibat dari ‘ain (mata hasad), sengatan hewan berbisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan jin.

Pengertian ruqyah secara terminologi adalah al-‘udzah (sebuah perlindungan) yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan yang lainnya. Ruqyah terkadang disebut pula dengan ‘azimah (azimat). Fairuz Abadi berkata: “Yang dimaksud ‘azimah-‘azimah adalah ruqyah-ruqyah. Sedangkan ruqyah yaitu ayat-ayat Al-Qur`an yang dibacakan terhadap orang-orang yang terkena berbagai penyakit dengan mengharap kesembuhan.”

Sedangkan makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mencegah atau mengobati bala dan penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah atau yang diruqyah. Tentunya ruqyah yang paling utama adalah doa dan bacaan yang bersumber dari Al-Qur`an dan as-sunnah.

2. Jangan pernah tathoyyur
Thiyaroh adalah merasa bernasib sial atau buruk karena melihat burung. Thiyarah atau di negeri kita biasa disebut pamali merupakan salah satu dari bentuk-bentuk kesyirikan yang tersebar luas di masyarakat, sampai-sampai tidaklah ada satu daerah kecuali mempunyai tathayyur sendiri yang terkadang berbeda dengan daerah lainnya.

Thiyarah dihukumi kesyirikan karena menjadikan sesuatu menjadi sebab padahal dia bukanlah sebab syar’i dan bukan pula sebab kauni adalah kesyirikan, maka itu adalah syirik asghar. Misalnya meyakini bahwa adanya burung gagak di atas sebuah rumah menunjukkan akan ada hal jelek yang akan menimpa penghuninya. Burung gagak bukanlah sebab syar’i dari timbulnya musibah, yakni syariat tidak pernah menerangkan kalau itu merupakan sebab datangnya musibah. Dan dia juga bukanlah sebab kauni dari timbulnya musibah, maksudnya sama sekali tidak ada hubungan sebab akibat antara burung gagak dan musibah. Karenanya menjadikan gagak sebagai sebab datangnya musibah merupakan syirik asghar (kecil). 

Hanya saja, hukum tathayyur ini bisa menjadi syirik akbar (besar) yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Yaitu jika dia sudah tidak meyakini sesuatu itu menjadi sebab, akan tetapi dia meyakini sesuatu itulah yang berbuat dengan sendirinya. Misalnya pada contoh di atas: Jika dia menjadikan burung gagak sebagai sebab musibah dan tetap meyakini musibah datangnya dari Allah maka ini adalah syirik asghar. Tapi jika dia meyakini burung gagak inilah yang mendatangkan musibah (bukan sebagai sebab), maka ini adalah syirik akbar dalam masalah rububiah, karena dia meyakini adanya makhluk yang juga mengatur maslahat dan mafsadat di samping Allah Ta’ala.

3. Jangan pernah minta diobati dengan cara kay
Pengobatan dengan kay yaitu (pengobatan dengan cara dicos dengan besi yang dipanaskan). 
Hukum kay sendiri dalam Islam tidak dilarang, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Jabir bin Abdullah:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ إِلَى أُبَيِّ ابْنِ كَعْبٍ طَبِيْبًا فَقَطَّعَ لَهُ عرقًا وَكَوَّاهُ بِالنَّارِ

Bahwa Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengutus seorang tabib kepada Ubay bin Ka'ab, lalu dia memotong uratnya dan meng-kay-nya.

Demikan juga di jelaskan dalam shahih Bukhari dari Anas radhiyallâhu'anhu :

Anas berkata, “Bahwasanya aku mengkay bisul yang ke arah dalam sedangkan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam masih hidup.”

Dan dalam riwayat dari Tirmidzi dan yang lainnya dari Anas:

Sesungguhnya Nabi mengkay As'ad bin Zurarah karena sengatan kalajengking juga dalam shahih Bukhari dari Ibnu Abbas secara marfu':

اَلشِّفَاءُ فِى الثَّلاَثَةِ : شُرْبَةُ عَسَلٍ وَشرْطَةُ مِحْجَمٍ وَكَيَّةٍ بِالنَّارِ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ

“Pengobatan itu dengan tiga cara yaitu dengan berbekam, minum madu dan kay dengan api dan saya melarang umatku dari kay. (Dalam riwayat yang lain: "Dan saya tidak menyukai kay").

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Hadits-hadits tentang kay itu mengandung empat hal yaitu:

1. Perbuatan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa sallam. Hal itu menunjukkan bolehnya melakukan kay.
2. Rasulullah tidak menyukainya. Hal itu tidak menunjukkan larangan.
3. Pujian bagi orang yang meninggalkan. Menunjukkan meninggalkan kay itu lebih utama dan lebih baik.
4. Larangan melakukan kay. Hal itu menunjukkan jalan pilihan dan makruhnya kay.

4. Wajib tawakkal pada Allah subhanahu wa ta’ala
Tawakkal itu berserah diri kepada Allah setelah usaha maksimal yang dilakukannya. Hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allâh Ta’ala kepada perkara yang bermanfaat bagi hamba untuk diri dan dunianya. Maka bersandarnya hati itu harus diimbangi dengan mencari sebab. Kalau tidak berarti ia menolak hikmah dan syari'at. Maka seseorang hamba tidak boleh menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan tidaklah tawakkal sebagai kelemahan.

Bagaimana? Tertarik masuk surga tanpa hisab? Ikuti saja tips-tips yang sudah disampaikan oleh Raslullah shallahu ‘alaihi wa tersebut. Semoga kita termasuk golongan ini. Aamiin.


Sumber rujukan:
Miftahul Khithobah wal Wa’dh
Kitab Tauhid
http://id.wikipedia.org/wiki/Ruqyah
http://almanhaj.or.id/content/2108/slash/0/golongan-yang-masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab/
http://alatsariyah.com/
http://rumaysho.com/


#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter