-->

Hukum Menjilati "Anunya" Suami dan Sebaliknya

Hukum Menjilati "Anunya" Suami dan Sebaliknya

Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.

Jawaban Asy-Syaikh Khalid Abdul Mun'im:

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:

Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.

Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati farji atau kemmalluuan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coittusss dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,

ﻧِﺴَﺎﺅُﻛُﻢْ ﺣَﺮْﺙٌ ﻟَﻜُﻢْ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺣَﺮْﺛَﻜُﻢْ ﺃَﻧَّﻰ ﺷِﺌْﺘُﻢْ ﻭَﻗَﺪِّﻣُﻮﺍ ﻟِﺄَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍ ﺃَﻧَّﻜُﻢْ ﻣُﻠَﺎﻗُﻮﻩُ ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ

"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)

Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemmalluuan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."

Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemmalluuan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . .

Salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemmalluuan istrinya- dengan lidahnya."

Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemmalluuan) saat berjima'.

Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."

Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clittorissnya.

Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemmalluuan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . . istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)

Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
ﻭَﻋَﺎﺷِﺮُﻭﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya.
Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . . Wallahu Ta'ala A'lam.

Teks Arabnya:

ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ :
ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺇﺷﺒﺎﻉ ﺭﻏﺒﺔ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻟﺤﺲ ﻓﺮﺟﻬﺎ ﺑﻠﺴﺎﻥ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻭ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻠﺮﺟﻞ؟
ﻭﺟﺰﺍﻛﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮﺍً .
ﺍﻹﺟﺎﺑﺔ :
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ، ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ، ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ :
ﻓﺈﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﻛﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﺑﺎﻵﺧﺮ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ، ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﺍﻟﻨﺺ ﺑﻤﻨﻌﻪ : ﻣﻦ ﺇﺗﻴﺎﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺑﺮ، ﻭﺣﺎﻝ ﺍﻟﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ، ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﺻﺎﺋﻤﺔ ﻟﻠﻔﺮﺽ، ﺃﻭ ﻣﺤﺮﻣﺔ ﺑﺎﻟﺤﺞ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﻤﺮﺓ .
ﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺫُﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻣﻦ ﻟﻌﻖ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﻟﻔﺮﺝ ﺍﻵﺧﺮ، ﻭﻣﺎ ﺯﺍﺩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺳﺒﻞ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ - ﻓﻼ ﺣﺮﺝ ﻓﻴﻪ : ﻟﻸﺩﻟﺔ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :
- ﺃﻧﻪ ﻣﻤﺎ ﻳﺪﺧﻞ ﺗﺤﺖ ﻋﻤﻮﻡ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﺍﻟﻤﺒﺎﺡ .
- ﻭﻷﻧﻪ ﻟﻤﺎ ﺟﺎﺯ ﺍﻟﻮﻁﺀ ﻭﻫﻮ ﺃﺑﻠﻎ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ، ﻓﻐﻴﺮﻩ ﺃﻭﻟﻰ ﺑﺎﻟﺠﻮﺍﺯ .
- ﻭﻷﻥ ﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻤﺘﻊ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺑﺪﻥ ﺍﻵﺧﺮ ﺑﺎﻟﻤﺲ ﻭﺍﻟﻨﻈﺮ، ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺑﺎﺳﺘﺜﻨﺎﺋﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺪﻣﻨﺎ .
- ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻧِﺴَﺎﺅُﻛُﻢْ ﺣَﺮْﺙٌ ﻟَﻜُﻢْ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺣَﺮْﺛَﻜُﻢْ ﺃَﻧَّﻰ ﺷِﺌْﺘُﻢْ ﻭَﻗَﺪِّﻣُﻮﺍ ﻟِﺄَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮﺍ ﺃَﻧَّﻜُﻢْ ﻣُﻠَﺎﻗُﻮﻩُ ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ { ‏[ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ 223: ‏] ،
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ - ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ - ﻓﻲ " ﺭﺩ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺭ :" " ﺳَﺄﻝ ﺃﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ ﺃﺑﺎ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻳﻤﺲ ﻓﺮﺝ ﺍﻣﺮﺃﺗﻪ ﻭﻫﻲ ﺗﻤﺲ ﻓﺮﺟﻪ ﻟﻴﺘﺤﺮﻙ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻫﻞ ﺗﺮﻯ ﺑﺬﻟﻚ ﺑﺄﺳﺎً؟ ﻗﺎﻝ : ﻻ , ﻭﺃﺭﺟﻮ ﺃﻥ ﻳﻌﻈﻢ ﺍﻷﺟﺮ ."
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﺮﺑﻲ - ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻲ :- " ﻗﺪ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺯ ﻧﻈﺮ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﻓﺮﺝ ﺯﻭﺟﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻴﻦ : ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ : ﻳﺠﻮﺯ : ﻷﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺯ ﻟﻪ ﺍﻟﺘﻠﺬﺫ ﻓﺎﻟﻨﻈﺮ ﺃﻭﻟﻰ ...
ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺻﺒﻎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺋﻨﺎ : ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﻠﺤﺴﻪ - ﺍﻟﻔﺮﺝ - ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ."
ﻭﻗﺎﻝ ﻓﻲ " ﻣﻮﺍﻫﺐ ﺍﻟﺠﻠﻴﻞ ﺷﺮﺡ ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺧﻠﻴﻞ :" " ﻗﻴﻞ : ﻷﺻﺒﻎ : ﺇﻥ ﻗﻮﻣﺎً ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﻛﺮﺍﻫﺘﻪ : ﻓﻘﺎﻝ ﻣﻦ ﻛﺮﻫﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﻛﺮﻫﻪ ﺑﺎﻟﻄﺐ ﻻ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ، ﻭﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻤﻜﺮﻭﻩ , ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : " ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺮﺝ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ " ، ﻭﺯﺍﺩ ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ : " ﻭﻳﻠﺤﺴﻪ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ."
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻨﺎﻧﻲ - ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ " :- ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﺰﻭﺝ ﻛﻞ ﺗﻤﺘﻊ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﺎ ﺳﻮﻯ ﺣﻠﻘﺔ ﺩﺑﺮﻫﺎ , ﻭﻟﻮ ﺑﻤﺺ ﺑﻈﺮﻫﺎ ."
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺮﺩﺍﻭﻱ - ﺍﻟﺤﻨﺒﻠﻲ - ﻓﻲ " ﺍﻹﻧﺼﺎﻑ :" " ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻓﻲ " ﺍﻟﺠﺎﻣﻊ :" ﻳﺠﻮﺯ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻓﺮﺝ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ , ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺑﻌﺪﻩ ... ﻭﻟﻬﺎ ﻟﻤﺴﻪ ﻭﺗﻘﺒﻴﻠﻪ ﺑﺸﻬﻮﺓ، ﻭﺟﺰﻡ ﺑﻪ ﻓﻲ " ﺍﻟﺮﻋﺎﻳﺔ " ﻭﺗﺒﻌﻪ ﻓﻲ " ﺍﻟﻔﺮﻭﻉ " ﻭﺻﺮﺡ ﺑﻪ ﺍﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ."
ﻭﻟﻜﻦ ﺇﺫﺍ ﺗُﻴﻘﻦ ﺃﻥ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻤﺒﺎﺷﺮﺓ ﺗﺴﺒﺐ ﺃﻣﺮﺍﺿﺎً ﺃﻭ ﺗﺆﺫﻱ ﻓﺎﻋﻠﻬﺎ، ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺍﻹﻗﻼﻉ ﻋﻨﻬﺎ : ﻟﻘﻮﻟﻪ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ـ : " ﻻ ﺿﺮﺭ ﻭﻻ ﺿﺮﺍﺭ :" ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﻳﺘﺄﺫﻯ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﻨﻔﺮ ﻣﻨﻪ : ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻰ ﻓﺎﻋﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻒ ﻋﻨﻪ : ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ } : ﻭَﻋَﺎﺷِﺮُﻭﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ { ‏[ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ 19: ‏] .
ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻫﻨﺎ ﺃﻥ ﻳﺮﺍﻋﻲ ﺍﻟﻤﻘﺼﺪ ﺍﻷﺻﻠﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻼﻗﺔ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ، ﻭﻫﻮ ﺩﻭﺍﻣﻬﺎ ﻭﺍﺳﺘﻤﺮﺍﺭﻫﺎ، ﻓﺎﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺃﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺄﺑﻴﺪ، ﻭﻗﺪ ﺃﺣﺎﻁ ﺍﻟﻠﻪ - ﺗﻌﺎﻟﻰ - ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺑﺘﺪﺍﺑﻴﺮ ﺗﺤﻔﻆ ﻗﻮﺍﻣﻪ، ﻭﺗﺸﺪ ﻣﻦ ﺃﺯﺭﻩ، ﺑﻤﺎ ﻳﻮﺍﻓﻖ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻻ ﺑﻤﺎ ﻳﺨﺎﻟﻔﻪ، ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﻋﻤﻮﻡ ﺣﻞ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ،، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ .

ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺯﻭﺍﺭ ﻣﻮﻗﻊ ﻃﺮﻳﻖ ﺍﻹﺳﻼﻡ .

ﺧﺎﻟﺪ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻨﻌﻢ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻲ

https://ar.beta.islamway.net/fatwa/15446/مسألة-في-إشباع-رغبة-المرأة

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter