-->

ZAKAT UTK MEMBANGUN ISLAMIC CENTER

Pertanyaan:
Semoga Allah senantiasa melindungi Ustadz. Kami harap Ustadz berkenan memberikan fatwa kepada kami mengenai masalah yang sangat penting bagi kami dan bagi kaum muslim di Amerika dan di negara-negara Barat umumnya. Persoalan ini menyangkut pembangunan islamic centre dan masjid-masjid di Barat serta masalah-masalah urgen yang berkaitan langsung dengan kehidupan kaum muslim.

Para imigran Islam yang bermukim di negara-negara Barat dan para mahasiswa yang sedang belajar di sana dalam batas waktu tertentu sangat membutuhkan pusat kegiatan Islam (islamic centre) di kota mereka. Keberadaan islamic centre ini sangat mereka perlukan sekaligus memiliki peranan yang besar untuk menjaga agama para imigran dan mahasiswa.

Pertanyaan penting yang sering kali muncul selama penghimpunan sumbangan - yang merupakan sumber utama pendanaan proyek-proyek tersebut - adalah bolehkah menggunakan uang zakat untuk membangun islamic centre di negara-negara Barat? Karena kebanyakan penderma mensyaratkan pemberiannya, sebagaimana halnya para pengurus proyek ini pun merasa keberatan menerima uang zakat karena mereka tidak yakin akan kebolehan membelanjakannya untuk keperluan (membangun islamic centre) ini.

Nah, menurut pendapat Ustadz, apakah pembangunan islamic centre ini dapat dimasukkan sebagai salah satu sasaran penyaluran zakat? Mengingat markas (islamic centre) tersebut meliputi masjid - ruang untuk shalat - dan kadang-kadang juga terdapat perpustakaan, ruangan khusus untuk shalat kaum wanita, tempat imam rawatib, dan keperluan-keperluan lain yang relevan. Selain itu, mengingat bahwa pemegang peraturan bagi sebagian markas di Amerika adalah Waqaf Islami di Amerika Utara (NAIT) yang menginduk pada "Persatuan Islam di Amerka Utara" (ISNA). Kedua lembaga tersebut merupakan lembaga Islam yang dipercaya karena amanah dan kecakapannya.

Kami mohon kepada ustadz yang terhormat untuk menjawab permohonan fatwa kami ini, lebih-lebih kami sekarang sedang giat menghimpun dana untuk memulai pembangunan markas kami yang memang memerlukan dana sangat besar. lika tidak - kalau Allah tidak melonggarkan - niscaya kami akan merugi, padahal asetnya sangat besar untuk menyelesaikan proyek ini.

Semoga Allah memberi taufiq kepada Ustadz, melindungi Ustadz dan memberi manfaat melalui Ustadz.

Jawaban:
Telah saya terirna surat Anda yang terhormat yang menanyakan seputar masalah pembangunan islamic centre di kota Thousand Oaks, Amerika Serikat, dan sampai sejauh mana kebolehan menggunakan uang zakat untuk keperluan itu.

Mengingat pentingnya masalah ini, khususnya mengenai kondisi di kota Anda, maka saya segera menulis jawaban untuk Anda, meskipun kesempatan saya sangat sempit karena kesibukan yang amat banyak.

Saya ingin menjelaskan disini bahwa diantara sasaran penggunaan zakat menurut nash Al-Qur'anul Karim ialah fi sabilillah. Sedangkan para fuqaha berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertian fi sabilillah (di jalan Allah) ini. Sebagian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah "jihad" (perjuangan/perang) saja, karena itulah makna yang segera ditangkap apabila kata tersebut diucapkan, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Sebagian lagi mengatakan bahwa fi sabilillah meliputi semua ketaatan atau kemaslahatan bagi kaum muslim yang termasuk didalamnya membangun masjid, madrasah, jembatan, membelikan kafan untuk orang-orang fakir yang meninggal dunia, dan hal-hal lain yang dikategorikan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) atau maslahat.

Menurut pendapat saya, sasaran penggunaan zakat fi sabilillah mencakup kedua pendapat di atas sekaligus. Dengan demikian, sebagian dari zakat itu dapat digunakan untuk membangun islamic centre yang menjadi pusat dakwah, pusat pemberian pengarahan, pendidikan, dan pengajaran, terutama di negara-negara dimana keberadaan kaum muslim terancam serangan agama dan paham lain, seperti Kristen, komunisme, dan sekularisme yang berusaha melucuti kaum muslim dari akidah mereka atau menyesatkan mereka dari hakikat agama mereka. Sebagai contoh, kaum minoritas muslim yang harus menghadapi golongan mayoritas yang memegang kekuasaan ketika mereka berada di luar dunia Islam, sedangkan kemampuan yang mereka miliki terbatas.

Adapun menurut pendapat kedua, maka tidak diragukan lagi bahwa membangun islamic centre merupakan salah satu bentuk jihad Islam (perjuangan Islam) pada zaman kita sekarang ini, yaitu jihad dengan lisan, tulisan, dakwah, dan pendidikan. Dan ini merupakan jihad yang tidak boleh ditinggalkan demi menghadapi serangan sengit dari kekuatan-kekuatan yang memusuhi Islam.

Sebagaimana halnya orang yang berperang untuk menjunjung tinggi kalimat (agama) Allah dinilai sebagai berjuang fi sabilillah, maka demikian pula halnya orang yang berdakwah, mengajar, dan memberikan pengarahan-pengarahan dengan maksud untuk menjunjung tinggi kalimat Allah, dia juga berjuang fi sabilillah.

Sesungguhnya kedudukan islamic centre dalam kondisi seperti ini merupakan benteng pertahanan Islam ... dan masing-masing orang akan memperoleh balasan sesuai dengan niatnya. Hal ini lebih diperkuat oleh kondisi khusus kota Thousand. Di kota ini terdapat markas Rasyad Khalifah, tokoh yang mengingkari sebagian ayat-ayat Al-Qur'an dan mengingkari Sunnah Rasul yang suci secara total. Hingga pada akhirnya ia mengingkari shalat - yang merupakan sesuatu yang dimaklumi sebagai bagian dari ad-Din secara dharuri (pasti) - yang ia anggap sebagai shalat yang sia-sia dan ia sebut dengan "shalat orang-orang musyrik." Kemudian kesesatannya ini ia tutupi dengan kebohongan yang sangat besar, yaitu dia mengaku sebagai "Rasul Allah"!!

Dengan demikian, sudah barang tentu gerakan kebenaran harus mempunyai markas (sentral) untuk memerangi kebatilan dan harus mempunyai benteng Islam demi menghadapi kekafiran yang senantiasa ditegakkan dari dalam dan luar.
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)." (Muhammad: 38)
Semoga Allah meluruskan langkah-langkah Anda dan menolong Anda untuk menampilkan kebenaran dan membatalkan kebatilan walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukainya.

PERANAN HAWA DALAM PENGUSIRAN ADAM DARI SURGA

Pertanyaan:

Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang mendorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka terusir dari surga dan menyebabkan penderitaan bagi kita (anak cucunya) di dunia.

Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan kedudukan kaum wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering dituding sebagai cikal bakal datangnya segala musibah yang terjadi di dunia, baik pada orang-orang dahulu maupun sekarang.

Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah dalam Islam dalil yang menunjukkan hal itu, atau kebalikannya?

Kami harap Ustadz berkenan menjelaskannya. Semoga Allah memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.

Jawaban:

Pendapat yang ditanyakan saudara penanya, tentang kaum wanita -seperti ibu kita Hawa - yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan hidup manusia, dengan mengatakan bahwa Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan buah terlarang ... dan seterusnya, tidak diragukan lagi adalah pendapat yang tidak islami.

Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian dan tambahannya. Ini merupakan pendapat yang diimani oleh kaum Yahudi dan Nasrani, serta sering menjadi bahan referensi bagi para pemikir, penyair, dan penulis mereka. Bahkan tidak sedikit (dan ini sangat disayangkan) penulis muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.

Namun, bagi orang yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur'an yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun dalam beberapa surat, tidak akan bertaklid buta seperti itu. Ia akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.

1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah
berfirman:
"Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang zalim.'" (al-Baqarah: 35)
2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan, sebagaimana difirmankan Allah:
"Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula ..." (al-Baqarah: 36)
Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai tipu daya dan bujuk rayu setan:
"Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang kekal (dalam surga).' Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi nasihat kepada kamu berdua.' Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka, 'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?' Keduanya berkata, 'Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orangyang merugi.'" (al-A'raf: 20-23)
Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu, bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus. Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang dipersalahkan - karena pelanggaran itu - pun adalah Adam. Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.

Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami berkata, 'Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari didalamnya. 'Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk." (Thaha: 115-122)
3. Al-Qur'an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan memakan buah terlarang.

Firman Allah:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan befirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.' Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar?' Mereka menjawab, 'Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.' Allah berfirman, 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?'" (al-Baqarah: 30-33)
Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s. bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu (lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan ini tercantum dalam Taurat.

Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama, bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang dimasukkan orang ke dalam Taurat.

Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi.

4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai "surga" Adam ini, apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah "jannah" (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah:
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun (jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari." (al-Qalam: 17)
Dalam surat lain Allah berfirman:
"Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu." (al-Kahfi: 32-33)
Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris Sa'adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui lebih jauh masalah ini. Wallahu a'lam.

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter