-->

BACAAN KETIKA MENDENGARKAN ADZAN

BACAAN KETIKA MENDENGARKAN ADZAN

BACAAN ATAU DO'A KETIKA MENDENGARKAN 
DAN SETELAH SELESAI ADZAN
1. Seseorang yang mendengarkan adzan, hendaklah mengucapkan sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, kecuali dalam kalimat: Hayya ‘alash shalaah dan Hayya ‘alal falaah. Maka mengucapkan:

((لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ))

"Tiada daya upaya dan kekuatan selain dari pertolongan Allah" [1]

2. Mengucapkan:

وَأَنَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا

“Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang haq selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Aku rela Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama (yang benar). (Dibaca setelah muadzin membaca syahadat). [2]

3. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam sesudah adzan. [3] 

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، 
وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ 
[إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ]

“Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”. [4]

4. Berdoa untuk diri sendiri antara adzan dan iqamah, sebab doa pada waktu itu dikabulkan. [5]

===========================
[1] HR. Al-Bukhari 1/152 dan Muslim 1/288.
[2] HR. Ibnu Khuzaimah 1/220.
[3] HR. Muslim 1/288.
[4] HR. Al-Bukhari 1/152. Untuk kalimat: Innaka laa tukhliful mii’aad, menurut riwayat Al-Baihaqi 1/410, Al-Allamah Abdul Aziz bin Baaz berpendapat, isnad hadits tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar, hal. 38.
[5] HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Ghalil 1/262.

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter