-->

Hukum Menikahi Perempuan Yang Dulunya Pernah Berzina

Hukum Menikahi Perempuan 
Yang Dulunya Pernah Berzina

Hukum Menikahi Perempuan Yang Dulunya Pernah Berzina - Assalamu 'alaikum wr. wb. Saya ingin bertanya masalah yang amat pribadi, yaitu status pernikahan saya dengan istri saya. Sebelum menikah istri saya sempat gonta-ganti pacar berkali-kali dan terakhir hatinya berlabuh di diri saya. Lalu kami pun menikah dan menjalani hidup bahagia. Terus terang saya sangat mencintai istri saya apa adanya. Di dalam hati saya bisa menerima keadaan istri apa adanya. Karena dia adalah dambaan hati saya.

Namun ada hal yang mengganjal di hati saya tekait dengan masa lalu istri saya. Dia pernah berzina dengan pacar sebelumnya. Terus terang saya kecewa karena pengakuannya baru dilakukan sekarang. Tetapi di balik rasa kecewa, saya tetap tidak bisa melepaskan istri saya. Karena saya terlalu mencintainya.

Tetapi ada seorang ustadz yang bersikeras bahwa status pernikahan kami itu haram, karena status istrinya adalah seorang wanita pezina. Menurut beliau, Al-Quran telah menegaskan bahwa haram hukumnya bagi seorang laki-laki menikahi wanita yang berzina. (QS. An-Nuur : 3)

Lalu saya jadi tidak enak makan, tiap hari kepikiran apakah pernikahan kami itu sah, pak ustadz? Mengingat istri saya sudah tidak suci lagi ketika menikah dengan saya. Saya sih ikhlas dan bisa menerima keadaan istri saya apa adanya. 

Mohon penjelasan dari pak Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA dan terima kasih sebelumnya.

Wassalam

JAWABAN:

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Pertanyaan macam ini memang seringkali ditanyakan banyak orang. Dalam kenyataannya memang berkembang dua pemahaman yang saling bertolak belakang. Ada sementara kalangan yang mengharamkan pernikahan bagi pelaku zina. Dan kebalikannya, ada kalangan yang membolehkan orang yang berzina untuk menikah. 

Dari dua pemahaman yang saling berbeda seperti inilah yang kadang bikin masyarakat awam kebingungan. Oleh karena itu kita coba dudukkan masalahnya, biar menjadi jelas dan mudah dipahami, serta demi menambah wawasan keilmuan kita agar pemahaman kita tidak menjadi sepotong-sepotong. 

Setidaknya ada tiga pendapat yang berbeda dalam masalah ini, antara yang membolehkan, mengharamkan dan memakruhkan.Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :

1. Pendapat Yang Mengharamkan

Pendapat pertama adalah pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud ridhwanullahi 'alaihim yang diriwayatkan berpendapat demiian. 

Para pendukung pendapat ini mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).

Bahkan Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. 

Dalil yang digunakan adalah teks ayat berikut ini :

الزَّانِي لا يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَا إِلاّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)

Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.

ثلاثة لا ينظر الله عز وجل إليهم يوم القيامة: العاق لوالديه، والمترجلة، والديوث. رواه أحمد والنسائي

 Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka di hari kiamat : anak durhaka kepada kedua orangtua, wanita yang menyerupai lelaki dan lelaki DAYUS.(HR. An-Nasai)

ثلاثةٌ قد حَرّمَ اللهُ - تَبَارَكَ وَتَعَالَى - عليهم الجنةَ : مُدْمِنُ الخمر ، والعاقّ ، والدّيّوثُ الذي يُقِرُّ في أَهْلِهِ الخُبْثَ 

Tiga yang telah Allah haramkan baginya Syurga : orang yang ketagih arak, si penderhaka kepada ibu bapa dan Si Dayus yang membiarkan maksiat dilakukan oleh ahli keluarganya.(HR. An-Nasai) 

Kalau pakai pendapat ini, pernikahan Anda memang haram, tetapi hukumnya masih tetap sah. Artinya, meski salah dan berdosa, ikatan resmi suami istri yang telah Anda bangun tetap masih utuh.

2. Pendapat Yang Membolehkan : Jumhur ulama
Namun kalau kita merujuk kepada pendapat dari jumhur ulama yaitu hampir seluruh ulama ahli syariah yang muktamad dan mazhab-mazhab fiqih yang besar, umumnya mereka sepakat membolehkan orang yang berzina untuk menikah dan dinikahi. 

Dalam hal ini para ulama muktabar itu tidak memandang perbuatan zina sebagai penghalang dari kebolehan menikah. Menurut mereka, antara zina dan pernikahan harus dipisahkan dan hukumnya tidak boleh dicampura-aduk. Zinanya sendiri memang perbuatan haram dan terlarang, tidak ada satu pun ulama yang berbeda dalam hal ini. 

Bahkan sudah menjadi ijma' seluruh ulama bahwa pelaku zina terkena hukum hudud yang berat yang sudah ditetapkan langsung lewat wahyu Al-Quran dan juga As-Sunnah.

a. Al-Quran : Cambuk 100 kali

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa hukuman pezina adalah dicambuk 100 kali bagi pelakunya. Maksudnya apabila pelakunya seorang yang ghairu muhshan. 

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

b. Hadits : Hukum Mati

Sementara itu di dalam hadits disebutkan bahwa apabila pelaku zina seorang yang muhshan, hukumannya lebih berat lagi, yaitu dirajam hingga mati. 

لاَ يَحِلُّ دَمٍ امٍرَئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنّيِ رَسُولُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Aku (Muhammad) utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga sebab; nyawa dengan nyawa (qishash), tsayyib (orang sudah menikah) yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah (umat Islam)". (HR. Bukhari)

Intinya zina itu haram dan hukumannya sangat berat. Namun para ulama sepakat bahwa lepas dari dosanya, zina itu sendiri tidak menyebabkan keharaman dalam pernikahan. Maksudnya, antara zina dan menikah tidak saling berhubungan, masing-masing berdiri sendiri-sendiri.

Memang benar ayat ketiga dari surat An-Nuur di atas secara lahiriyahnya terkesan melarang menikahi orang yang berzina, baik dia laki-laki ataupun perempuan. Tetapi para ulama dengan tegas menyebutkan bahwa larangan itu tidak ada kaitannya dengan hukum halalnya pernikahan mereka. 

Mereka mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?

Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini.

a. Hurrima Berarti Makruh

Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz hurrima (حُرِّمَ) atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).

b. Khusus Kasus Mirtsad

Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan, yaitu seorang yang bernama Mirtsad Al-Ghanawi yang menikahi wanita pezina.

c. Ayat Mansukh

Al-Imam Asy-Syafi'i (w. 150 H) di dalam kitabnya Al-Umm menuliskan sebagai berikut :

اختلف أهل التفسير في هذه الآية اختلافا متباينا ، والذي يشبهه عندنا - والله أعلم - ما قال ابن المسيب : هي منسوخة ، نسختها : ( وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ) النور/32. فهي من أيامى المسلمين . فهذا كما قال ابن المسيب إن شاء الله ، وعليه دلائل من الكتاب والسنة

Para ahli tafsir berbeda pendapat sangat jauh tentang ayat ini . Dan yang yang merupakan pilihan kami -wallahua'lam- apa yang dikatakan oleh Said Ibnul Musayyib : bahwa ayat itu sudah dihapus (mansukh). [1]

Adapun ayat yang menasakhnya adalah sebagai berikut ini :

وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur : 32)

Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhuma dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.

Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :

Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).

Juga dengan hadits berikut ini :

جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ  فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتيِ لاَ تَمْنَعُ يَدَ لاَمِسٍ. قَالَ: غَرِّبْهَا. قَالَ أَخَافُ أَنْ تَتَبَّعَهَا نَفْسِي. قَالَ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا

Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,"Istriku suka berzina". Beliau SAW menjawab,"Ceraikan dia". Orang itu menjawab,"Tapi Saya berat melepasnya". Beliau SAW bersabda,"Kalau begitu nikmatilah istrimu itu. (HR. Abu Daud dan An-Nasai)

لاَ تُوطَأ امْرَأة حَتىَّ تَضَع

Nabi SAW bersabda,"Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan. (HR. Abu Daud).

لاَ يَحِلُّ لاِمْرِئٍ مُسْلِمٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ

Nabi SAW bersabda,"Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain. (HR. Abu Daud dan Tirmizy).

Lebih detail tentang halalnya menikahi wanita yang pernah melakukan zina sebelumnya, simaklah pendapat para ulama berikut ini :

a. Pendapat Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh.

Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.

b. Pendapat Malik dan Ahmad bin Hanbal

Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.

Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa pun. [2]

c. Pendapat Asy-Syafi'i

Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43, bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya.[3]

d. Undang-undang Perkawinan RI

Dalam Kompilasi Hukum Islam dengan Instruksi Presiden RI no. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan keputusan Menteri Agama RI no. 154 tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut ini : [4]

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dpat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Kalau menggunakan pendapat ini, Anda tidak berdosa tatkala menikahi istri Anda, meski dia pernah berzina. Dan tentu saja hubungan suami istri Anda sama sekali tidak perlu diputuskan, karena Anda berdua adalah pasangan yang sah menurut agama.

3. Pendapat Pertengahan : Hanbali
Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.

Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.

Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseorang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.

Dan kalau pendapat yang ketiga ini pun pernikahan Anda sudah dianggap sah dan tidak perlu nikah ulang. 

Kesimpulan

Mau pakai pendapat yang mana pun, tidak ada satu pun yang menyatakan pernikahan Anda tidak sah. Paling jeleknya cuma pendapat pertama, yaitu Anda dianggap berdosa ketika menikah. Tetapi tidak ada pengaruhnya pada status sahnya pernikahan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Ahmad Sarwat, Lc., MA/rumahfiqih.com

#

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter