KHUTBAH SETELAH SHALAT IED
Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Termasuk sunnah dalam khutbah Ied adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Bukhari membuat bab dalam kitab ‘Shahih’nya [1] : “Bab Khutbah Setelah Shalat Ied”.
Termasuk sunnah dalam khutbah Ied adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Bukhari membuat bab dalam kitab ‘Shahih’nya [1] : “Bab Khutbah Setelah Shalat Ied”.
Ibnu Abbas berkata :
ﺷَﻬِﺪْﺕُ ﺍﻟْﻌِﻴﺪَ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﺑِﻲ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﻭَﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻓَﻜُﻠُّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﺨُﻄْﺒَﺔِ
Ibnu Umar berkata :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﺃَﺑَﺎ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮُ ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪَﻳْﻦِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﺨُﻄْﺒَﺔِ
Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan ketika mengomentari bab yang dibuat Bukhari di atas [2] :
“Yakni : Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diamalkan Al-Khulafaur Rasyidin adalah khutbah setelah shalat. Adapun perubahan yang terjadi -yang aku maksud adalah mendahulukan khutbah dari shalat dengan mengqiyaskan dengan shalat Jum’at- merupakan perbuatan bid’ah yang bersumber dari Marwan” [Dia adalah Marwan Ibnul Hakam bin Abil ‘Ash, Khalifah dari Banni Umayyah wafat tahun 65H, biografinya dalam ‘Tarikh Ath-Thabari 7/34]
Berkata Imam Tirmidzi [3] :
“Yang diamalkan dalam hal ini di sisi ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka adalah shalat Idul Fithri dan Adha dikerjakan sebelum khutbah. orang pertama yang berkhutbah sebelum shalat adalah Marwan bin Al-Hakam” [Lihat kitab Al-Umm 1/235-236 oleh Imam ASy-Syafi’i Rahimahullah dan Aridlah Al-Ahwadzi 3/3-6 oleh Al-qadli Ibnul Arabi Al-Maliki]
TIDAK WAJIB MENGHADIRI (MENDENGARKAN) KHUTBAH
Abi Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu berkata :
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤُﺼَﻠَّﻰ ﻓَﺄَﻭَّﻝُ ﺷَﻲْﺀٍ ﻳَﺒْﺪَﺃُ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﺛُﻢَّ ﻳَﻨْﺼَﺮِﻑُ ﻓَﻴَﻘُﻮﻡُ ﻣُﻘَﺎﺑِﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺟُﻠُﻮﺱٌ ﻋَﻠَﻰ ﺻُﻔُﻮﻓِﻬِﻢْ ﻓَﻴَﻌِﻈُﻬُﻢْ ﻭَﻳُﻮﺻِﻴﻬِﻢْ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻫُﻢْ
Khutbah Id sebagaimana khutbah-khutbah yang lain, dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah Yang Maha Mulia.
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :
“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam ‘Sunan’nya[4] dari Sa’ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir” [Zadul Ma’ad 1/447-448]
Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk.
Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al-Bazzar meriwayatkan dalam “Musnad”nya (no. 53-Musnad Sa’ad) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan di antara keduanya dengan duduk.
Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib : “Haditsnya mungkar”
Maka khutbah Ied itu tetap satu kali seperti asalnya.
Menghadiri khutbah Ied tidaklah wajib seperti menghadiri shalat, karena ada riwayat dari Abdullah bin Saib, ia berkata : “Aku menghadiri Ied bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika selesai shalat, beliau bersabda :
ﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺨْﻄُﺐُ ﻓَﻤَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﻠِﺲَ ﻟِﻠْﺨُﻄْﺒَﺔِ ﻓَﻠْﻴَﺠْﻠِﺲْ ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﺬْﻫَﺐَ ﻓَﻠْﻴَﺬْﻫَﺐْ
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah [5] :
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan bagi yang meghadiri shala Id untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi” [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam 24/214]
[Disalin dari buku Ahkaamu Al’Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura’, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]
______
Footnote.
[1]. Kitabul Iedain, bab nomor 8. Lihat Fathul Bari 2/453
[2]. Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari 79
[3]. Dalam Sunan Tirmidzi 2/411
[4]. Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa’ad bin Ammar bin Sa’ad muadzin. Abdurrahman berkata : “Telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapaknya dari kakeknya …” lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa’ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)
[5]. Zadul Ma’ad 1/448
Sumber: almanhaj.or.id
Post a Comment
Post a Comment