Sarana-sarana yang Meluruskan Hati
Sesungguhnya seseorang hanya dapat lurus dengan lurusnya hati dan anggota badan. Adapun lurusnya hati disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, hendaknya kecintaan kepada Allah lebih diutamakan daripada kecintaan kepada apapun selain-Nya. Jika bertentangan antara kecintaan kepada Allah dengan kecintaan yang selain-Nya maka harus dimenangkan kecintaannya kepada Allah dari yang selain-Nya, kemudian mengerjakan apa-apa yang menjadi tuntutannya. Alangkah mudahnya klaim, dan alangkah sulitnya mewujudkannya dalam amalan, "tatkala diuji barulah kelihatan mana orang yang mulia, mana pula yang hina."
Betapa banyaknya manusia yang lebih mendahulukan kecintaannya kepada dirinya sendiri, hawa nafsunya, pembesarnya, pemimpinnya, syaikhnya atau keluarganya dibanding dengan kecintaannya kepada Allah Ta'ala. Dia tidak menaruh rasa cintanya kepada Allah di hatinya dengan sepenuh cinta, tidak pula mendominasi di hatinya. Sunnatullah bagi orang yang memiliki keadaan seperti ini, maka Allah akan menjadikannya dibuat susah oleh sesuatu yang dia cintai, dan akan sulit baginya untuk mendapatkan apa yang dia cintai. Ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain kesusahan dan kesulitan, sebagai balasan baginya karena ia telah mendahulukan hawa nafsunya, atau hawa nafsu makhluk yang diagungkan dan dicintainya melebihi kecintaannya kepada Allah Ta'ala.
Kedua, sarana yang dapat meluruskan hati adalah mengagungkan (memperhatikan) perintah dan larangan, dan hal itu dilandasi oleh pengagungan terhadap Yang memerintah dan melarang (yakni Allah-pcnt). Karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah mencela orang yang tidak mengagungkan perintah dan larangan-Nya sebagaimana firman-Nya:
"Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?" (QS Nuh: 13)
Para ulama menafsirkannya dengan "mengapakah kalian tidak takut akan keagungan Allah Ta'ala?".
(Menyucikan Jiwa, Pilihan Mutiara Nasihat Ibnu Qayyim Al Jauziyyah رحمه الله)
Sesungguhnya seseorang hanya dapat lurus dengan lurusnya hati dan anggota badan. Adapun lurusnya hati disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, hendaknya kecintaan kepada Allah lebih diutamakan daripada kecintaan kepada apapun selain-Nya. Jika bertentangan antara kecintaan kepada Allah dengan kecintaan yang selain-Nya maka harus dimenangkan kecintaannya kepada Allah dari yang selain-Nya, kemudian mengerjakan apa-apa yang menjadi tuntutannya. Alangkah mudahnya klaim, dan alangkah sulitnya mewujudkannya dalam amalan, "tatkala diuji barulah kelihatan mana orang yang mulia, mana pula yang hina."
Betapa banyaknya manusia yang lebih mendahulukan kecintaannya kepada dirinya sendiri, hawa nafsunya, pembesarnya, pemimpinnya, syaikhnya atau keluarganya dibanding dengan kecintaannya kepada Allah Ta'ala. Dia tidak menaruh rasa cintanya kepada Allah di hatinya dengan sepenuh cinta, tidak pula mendominasi di hatinya. Sunnatullah bagi orang yang memiliki keadaan seperti ini, maka Allah akan menjadikannya dibuat susah oleh sesuatu yang dia cintai, dan akan sulit baginya untuk mendapatkan apa yang dia cintai. Ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain kesusahan dan kesulitan, sebagai balasan baginya karena ia telah mendahulukan hawa nafsunya, atau hawa nafsu makhluk yang diagungkan dan dicintainya melebihi kecintaannya kepada Allah Ta'ala.
Kedua, sarana yang dapat meluruskan hati adalah mengagungkan (memperhatikan) perintah dan larangan, dan hal itu dilandasi oleh pengagungan terhadap Yang memerintah dan melarang (yakni Allah-pcnt). Karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah mencela orang yang tidak mengagungkan perintah dan larangan-Nya sebagaimana firman-Nya:
مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَاراً
"Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?" (QS Nuh: 13)
Para ulama menafsirkannya dengan "mengapakah kalian tidak takut akan keagungan Allah Ta'ala?".
(Menyucikan Jiwa, Pilihan Mutiara Nasihat Ibnu Qayyim Al Jauziyyah رحمه الله)
Post a Comment
Post a Comment