Awal Da'wah
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tertidur pulas. Saat itu, Khadijah keluar rumah menemui misannya, Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nasrani yang saleh. Diceritakannya peristiwa yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di Gua Hira. Waraqah membesarkan hati Khadijah. Ia meyakini peristiwa itu adalah pengangkatan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasul. Sementara itu, dalam tidurnya, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali menggigil. Jibril datang menyampaikan wahyu berikutnya. "Wahai yang berselimut.! Bangunlah dan sampaikan peringatan. Agungkan Tuhanmu, sucikan pakaianmu, dan hindarkan darimu dosa. Janganlah kau memberi karena ingin menerima lebih banyak. Demi Tuhanmu, tabahkan hatimu."
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terbangun gelisah. Khadijah terus menenteramkannya. Saat itu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sempat gamang. Jangan-jangan yang menjumpainya bukan malaikat, melainkan setan. Dengan caranya sendiri, mereka mencoba menguji itu. Dikisahkan bahwa saat Jibril datang, Khadijah sengaja memangku Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di pahanya. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam masih melihat sosok itu. Baru setelah Khadijah menyingkap kain penutup mukanya, sosok itu menghilang dari pandangan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Keyakinan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menguat setelah ia, ketika hendak mengelilingi Ka'bah, bertemu Waraqah. Saat itu Waraqah meyakinkannya. "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang telah diberikan pada Musa. Kau pasti akan didustakan orang, disiksa, diusir dan diperangi. Kalau sampai waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaaan yang sudah diketahuinya." Untuk beberapa lama, malaikat tak lagi datang. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam teramat gundah. Ia khawatir Tuhan meninggalkannya atau malah membencinya. Kabarnya, ia sempat berpikir untuk menjatuhkan diri dari Gua Hira atau dari puncak bukit Abu Qubais. Tapi tidak. Di tengah kegelisahannya, turunlah firman yang menegaskan bahwa "Tuhanmu tidak meninggalkanmu, juga tidak membenci" dalam rangkaian ayat yanh dikenal sebagai surat Adh-Dhuha.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian diajari cara salat. Ia selalu mempraktekkannya bersama Khadijah. Ali kecil yang tinggal bersama mereka pun ikut serta. Demikian pula Zaid bin Haritsah. Zaid adalah anak-anak yang diculik dari keluarganya dan dijual sebagai budak. Keluarga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam membelinya, lalu mengangkatnya sebagai anak, sehingga sempat disebut Zaid bin Muhammad.
Merekalah orang-orang pertama yang meninggalkan berhala untuk menyembah hanya pada Allah. Sama seperti Isa, Musa, Ibrahim dan para Nabi lain. Kabar itu sampai pada Abu Bakar -sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pemuka Kaum Taim. Abu Bakar mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai seorang lurus, maka ia segera menganut Islam. Abu Bakar bahkan dapat mengajak beberapa orang lainnya untuk mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Di antara para sahabat itu adalah Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah juga Zubair bin Awwam. Melalui Abu Bakar, Saad bin Abi Waqas -keluarga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dari garis Aminah-juga memeluk Islam. Demikian pula Bilal, seorang asal Ethiopia yang menjadi budak Ummayah.
Saat itu, warga Mekah tidak banyak mempersoalkannya. Mereka menganggap Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tak lebih dari seorang pendeta biasa sebagaimana Waraqah. Perselisihan baru muncul tiga tahun setelah masa kenabian. Allah memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam beragama dengan menyeru keluarga terdekat. (Qur'an Surat 26: 214-216). Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mengundang keluarga dekatnya, Bani Hasyim untuk makan di rumahnya, lalu mengajak mereka menyembah Allah. Namun Abu Thalib menghentikan pembicaraan itu.
Esok harinya, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali mengundang lalu menyeru mereka. Sekali lagi, kerabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam itu hendak pergi. Saat itu Ali, yang masih anak-anak, berdiri dan mengatakan: "Rasulullah, saya akan membantumu. Saya adalah lawan siapa saja musuhmu." Seluruh yang hadir terbahak. Mereka menertawakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Ali serta Abu Thalib -ayah Ali.
Dikisahkan pula saat itu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan pembelaannya terhadap Ali dengan istilah bahwa Ali adalah pewarisnya, dirinya adalah pewaris Ali. Kelak, hal ini yang dipakai dasar pihak yang mengatakan bahwa Ali adalah satu-satunya pewaris untuk menjadi pemimpin umat sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Suatu persoalan yang bakal melahirkan pertikaian besar antar umat Islam.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melakukan dakwah terbuka, yakni di bukit Shafa yang kini menjadi bagian dari Masjidil Haram. "Hai orang-orang Qurais," seru Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dari puncak bukit itu. Orang-orang pun berdatangan. "Kalau kuberi tahu bahwa di bukit ini terdapat pasukan berkuda, percayakah kalian?"
"Ya," sahut mereka. "Kami tak pernah meragukan kejujuranmu. Kami belum pernah mendengar engkau berdusta" "Kalian kuperingatkan sebelum menghadapi siksa pedih, hai Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Bani Zuhra, Bani Makhzum dan Bani Asad. Allah memerintahkan aku menyampaikan peringatan pada keluarga-keluargaku terdekat. Aku tidak dapat memberi keuntungan apapun pada kalian baik di dunia maupun akhirat kecuali kamu mengikrarkan 'Laa ilaaha illallaah' (tiada tuhan selain Allah)".
Seorang berpostur gemuk yang juga paman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Lahab menukas. "Celakah engkau Muhammad. Buat apa kau kumpulkan kami." Allah lalu menurunkan firman, Surat Al-Lahab, atas perilaku tersebut.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menebar dakwah. Ia bukan saja menyeru untuk meninggalkan berhala, namun juga berbuat baik pada sesama, hidup berkasih sayang, tidak berlomba-lomba menumpuk harta. Pengaruh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam semakin meluas. Hal tersebut meresahkan para pemuka Qurais. Mulailah perseteruan itu. Mula-mula mereka menyerang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan syair yang mengejek. Juga menuntut Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menunjukkan mukjizat.
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam secara terbuka mengritik patung-patung sembahan di sekitar Ka'bah, mereka mendesak Abu Thalib untuk tidak melindungi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sepuluh orang ditugasi membawa misi tersebut. Mereka adalah Abu Sufyan bin Harb, Uthbah dan Syaibah bin Rabi'ah, Nubaih dan Munabbih bin Hajjaj, Ash bin Wail, Walid bin Mughirah, Abu Bakhtarif, Jawad bin Muthalib serta Abu Jahal bin Hisyam.
Beberapa kali, kaum kafir mendesak Abu Thalib. Mereka bahkan menawarkan seorang pemuda tampan, Umara bin Walid agar dipungut sebagai anak Abu Thalib asalkan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diserahkan kepada mereka. Abu Thalib menolak permintaan itu. Namun ia menyampaikan pula desakan para tokoh Qurais itu pada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kukuh pada sikapnya. "Paman, demi Allah, sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tak akan kulakukan sampai Allah membuktikan kemenangan itu di tanganku atau aku mati karenanya."
Tags:
Sirah Nabi