Syahwat dan Himmah
“TAJRID dan KASAB”
إِرَ ادَ تُــكَ الـتَّجْرِ يْدَ مَـعَ إِقَامَـةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ اْلأَسْبَابِ مِنَ الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ.
وَ إِرَادَ تُـكَ اْلأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ الـتَّجْرِ يْدِ اِنحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَـلِـيـَّةِ
"Keinginanmu untuk tajrid, sementara Allah masih menegakkan engkau di dalam asbab, merupakan syahwah yang tersamar (halus). Dan keinginanmu kepada asbab, pada saat Allah sudah menegakkan engkau dalam tajrid, merupakan suatu kejatuhan dari himmah yang tinggi."
Syarah
Dalam pasal ini, Ibnu Atha’illah menggunakan beberapa istilah baku dalam khazanah sufi, yang harus dipahami terlebih dahulu agar mendapatkan pemahaman yang utuh. Istilah-istilah itu adalah: tajrid, asbab, syahwat danhimmah.
Tajrid secara bahasa memiliki arti: penanggalan, pelepasan, atau pemurnian. Secara maknawi adalah penanggalan aspek-aspek dunia dari jiwa (nafs), atau secara singkat bisa dikatakan sebagai pemurnian jiwa.
Asbab secara bahasa memiliki arti: sebab-sebab atau sebab-akibat. Secara maknawi adalah status jiwa (nafs) yang sedang Allah tempatkan dalam dunia sebab akibat. Semisal Iskandar Zulkarnain yang Allah tempatkan sebagai raja di dunia, mengurusi dunia sebab-akibat.
Syahwah (atau syahwat) secara bahasa memiliki arti: tatapan yang kuat, atau keinginan. Secara maknawi merupakan keinginan kepada bentuk-bentuk material dan duniawi, seperti harta, makanan dan lawan jenis. Berbeda dari syahwat, hawa-nafsu (disingkat “nafsu”) adalah keinginan kepada bentuk-bentuk non-material, seperti ego, kesombongan, dan harga diri.
Himmah merupakan lawan kata dari syahwat, yang juga memiliki arti keinginan. Namun bila syahwat merupakan keinginan yang rendah, maka himmah adalah keinginan yang tinggi, keinginan menuju Allah.
Adakalanya Allah menempatkan seseorang dalam dunia asbab dalam kurun tertentu—misalnya, untuk mencari nafkah, mengurus keluarga, atau memimpin negara. Bila seseorang sedang Allah tempatkan dalam kondisi asbab itu, namun dia berkeinginan untuk tajrid (misalkan dengan ber-uzlah), maka itu dikatakan sebagai syahwat yang samar. Sebaliknya, saat Allah menempatkan seseorang dalam tajrid, namun dia justru menginginkan asbab, maka itu merupakan sebuah kejatuhan dari keinginan yang tinggi.
Inilah pentingnya untuk berserah diri dalam bersuluk, agar mengetahui kapan seseorang harus tajrid dan kapan seseorang harus terjun dalam dunia asbab. Semua kehendak seorang salik haruslah bekesesuaian dengan Kehendak Allah.
Sebagai seorang yang beriman, haruslah berusaha menyempurnakan imannya dengan berfikir tentang ayat-ayat Alloh, dan beribadah dan harus tahu bahwa tujuan hidup itu hanya untuk beribadah(menghamba) kepada Alloh,sesuai tuntunan Al-qur’an.
Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti/mengganggu dalam ibadah yaitu bekerja(kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab/usaha dan hanya ingin melulu beribadah.
Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang tersembunyi/samar.
Sebab kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Alloh yang maha mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.
Dan tanda-tanda bahwa Alloh menempatkan dirimu dalam golongan orang yang harus berusaha [kasab], apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Dan tanda bahwa Allah mendudukkan dirimu dalam golongan hamba yang tidak berusaha [Tajrid]. Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.
Syeikh Ibnu ‘Atoillah berkata : “Aku datang kepada guruku Syeikh Abu Abbas al- mursy. Aku merasa, bahwa untuk sampai kepada Allah dan masuk dalam barisan para wali dengan sibuk pada ilmu lahiriah dan bergaul dengan sesama manusia (kasab) agak jauh dan tidak mungkin. tiba-tiba sebelum aku sempat bertanya, guru bercerita: Ada seorang ahli dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan ini, ia datang kepadaku sambil berkata: Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu. Aku menjawab: Bukan itu yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.
Terbaru
Label
- Biologi Kelas X
- Biologi Kelas XI
- Biologi Kelas XII
- Gas Processing
- IPA Kelas 7
- IPA Kelas 8
- IPA Kelas 9
- IPS Kelas 7
- IPS Kelas 9
- PAIBP Kelas 10
- PAIBP Kelas 11
- PAIBP Kelas 12
- PAIBP Kelas 7
- PAIBP Kelas 8
- PAT
- PPkn
- PPKn Kelas 8
- PPKn Kelas 9
- PPKn Kelas X
- PPKn Kelas XI
- PPKn kelas XII
- PPKn SMA/SMK
- Soal Biologi
- Soal Ekonomi X
- Soal Geografi X
- Soal Geografi XII
- Soal PAS Kelas 9
- Soal PPKn
Popular
- Soal PAIBP Kelas 7 dan Jawabannya Bab 1. Lebih Dekat dengan Allah Swt yang Sangat Indah Nama-Nya (Kelas VII SMP/MTs)
- Contoh Soal PAIBP Kelas 12 Bab 2. Meyakini Qadā dan Qadar Melahirkan Semangat Bekerja (PAIBP Kelas XII SMA/SMK/MA/MAK)
- Belajarlah (Pembahasan Keduapuluhsatu)
- Contoh Soal PAIBP Kelas 10 Bab Berpakaian di Dalam Islam (PAIBP/Akhlaq Kelas X SMA/MA/SMK/MAK)
- Materi PAIBP Kelas X Bab 1 Aku Selalu Dekat dengan Allah [Asmaul Husna] (PAIBP Kelas X SMA/MA/SMK/MAK)
- Saldo Rekening Cuma 500 Ribu Mendadak Jadi Rp 99,9 Triliun Lebih, Bikin Pemiliknya Ini Kaget
- Wahai Salik!!! Jangan Berhenti Karena Godaan
- Jelaskan dan sebutkan persamaan apa saja yang mendasari terbentuknya sebuah bangsa! (Soal PKn/PPKn)
- Rangkuman PPKn Kelas 11 Bab 5. Mewaspadai Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (PPKn Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK)
- Jadi Pelajar Harus Mau Bersusah Payah
Post a Comment
Post a Comment